
Di wilayah Tangerang ada kecap yang cukup populer sejak tahun 1920, Kecap Benteng atau Siong Hin atau yang sering dikenal dengan nama Kecap SH. Kecap ini memiliki rasa manis yang enak tidak berlebihan dan teksturnya yang tidak terlalu kental namun tidak juga encer.
Kecap Benteng SH ini pertama kali dibuat dan dipopulerkan oleh masyarakat Cina Benteng yang ada di daerah Tangerang. Adalah Lo Tjit Siong yang mendirikan pabrik kecap ini pertama kali yang kemudian diteruskan oleh anak keturunannya. Meskipun bermunculan jenis dan merk, kecap benteng tetap jadi primadona di daerah Tangerang dan sekitarnya. Kecap benteng ini terdiri dari dua jenis, kecap manis dan kecap asin. Soal harga, kecap benteng mampu bersaing dipasaran, yaitu Rp 7.500 untuk ukuran 290 ml. Labelnya berwarna orange terang dengan huruf SH menjadi ciri khasnya. Kecap ini populer dengan sebutan kecap benteng atau kecap SH.
Tiap kali mampir di rumah makan hingga warung kaki lima di Tangerang, si hitam ini selalu jadi primadona. Sebagai teman makan bubur, siomay, batagor, hingga gado-gado. Populernya kecap benteng tidak hanya di warung kaki lima saja tetapi juga resto besar yang ada di daerah Tangerang hingga Banten. Bahkan ada beberapa orang yang menjadikan kecap SH ini sebagai salah satu makanan wajib saat waktu makan tiba.
Soal rasa, Kecap Benteng SH tak perlu diragukan lagi.”
Siang itu, di sebuah bangunan tua berdinding abu-abu, tampak kuli-kuli angkut hilir-mudik mendorong gerobak besi beroda dua. Di atasnya tampak tumpukan kardus cokelat berlabel Kecap Benteng SH (Siong Hin -red). Kuli-kuli angkut itu mondar-mandir dari satu mobil ke mobil lainnya; mengangkut kardus-kardus ke dalam bagasi, bertransaksi, lalu kembali lagi ke dalam rumah. Kuli lainnya keluar dengan gerobak lainnya, lalu menuju mobil satunya. Sibuk sekali.
Bangunan tua itu rupanya adalah sebuah pabrik. Ya, Pabrik Kecap Benteng SH. Terletak di Jalan Saham, Tangerang lama. Hanya berjarak beberapa ratus meter dari GOR Tangerang. Didirikan oleh seorang keturunan Tionghoa bernama Lo Tjit Siong pada 1920. Pabrik dan pendistribusiannya masih di tempat yang sama. Maka wajar saja, jika siang itu banyak orang datang untuk membeli kecap langsung dari pabriknya, mulai dari pengusaha restoran hingga para pedagang makanan kaki lima.
Konon, kecap berasal dari kata Koechiap. Dalam sebuah artikel dikatakan, terkadang menunjukkan ‘kemenangan’ selera lokal. Setidaknya di Tangerang, terutama pada warga Cina Benteng, kecap bermerek SH adalah pilihan utama. Salah seorang pembeli bahkan mengaku, sedari pagi sudah datang untuk membeli lebih dari 10 dus kecap. “Saya khawatir kehabisan. Di sini cepat sekali habis, soalnya hanya dibuat dalam stok terbatas. Soal rasa, Kecap Benteng SH tak perlu diragukan lagi,” jelas pria yang memiliki sebuah restoran di kawasan Tangerang itu.
Seorang kuli angkut yang ditemui juga mengatakan, banyak orang datang untuk beli berpuluh-puluh dus. “Katanya rasanya gurih,” ujarnya. Sayangnya, ia tak berani bicara berapa banyak jumlah kecap yang diproduksi dan dijual dalam satu hari.
Di meja kasir, Nampak seorang bapak tua sedang menghitung tumpukan uang, sesekali ia mencatat dan menggunakan kalkulator. Kata seorang penjaga pabrik, ia bernama Latief Sukaryadi, salah satu dari generasi keempat pembuat kecap SH. Ia terus mencatat, fokus sekali. Namun sayangnya, Latief tidak ingin berbicara banyak. Ia mengaku tidak mendapat izin bicara apapun dari delapan pendiri lainnya.
Setiap harinya, pabrik buka dari pukul delapan pagi sampai empat sore, tapi Sabtu hanya buka sampai pukul 12 siang.